DPRD Konawe Gelar RDP Sengketa Administrasi Lahan Masyarakat di Bendung Ameroro

109
0
BERBAGI
RDP sengketa administrasi lahan masyarakat di bengungan Ameroro

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (1/2/2024). PRDP tersebut terkait proses administrasi lahan masyarakat yang terkena dampak pembangunan Bendung Ameroro di Desa Baruga, Kecamatan Uepai dan Desa Tamesandi, Kecamatan Uepai yang tidak mendapatkan layanan untuk mendapatkan ganti rugi oleh pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Wilayah IV Sulawesi.

Informasi yang dihimpun, masih ada sekitar 100 lahan administrasi masyarakat yang belum diberikan pelayanan atau penandatanganan oleh kepala Desa Tamesandi dalam hal ini Mido, SH. MH atau belum ada kejelasan (Sengketa).

Rapat ini di pimpin Anggota DPRD Kabupaten Konawe, Hermansyah Pagala serta dihadiri beberapa anggota DPRD Kabupaten Konawe, Kepala Desa Tamesandi Mido, Kepala Desa Baruga Askun, BPN Kabupaten Konawe, Dinas PMD Kabupaten Konawe, serta masyarakat Desa Baruga dan Desa Tamesandi.

Hermansyah Pagala mengatakan, hasil RDP, DPRD Konawe merekomendasikan ke Kepala Desa (Kades) Tamesandi, Mido untuk segera menandatangani administrasi masyarakat yang terkena dampak pembangunan Bendungan Ameroro.

Lanjutnya, bila Kades Tamesandi tidak menandatangani administrasi masyarakat proses penandatanganan akan diambil oleh Camat Uepai.

Pihaknya juga merekomendasikan ke PJ Bupati Konawe untuk mengevaluasi Kades Tamesandi terkait pelayanan kepada masyarakat.

Sementara, terkait masyarakat desa Baruga yang merasa ada lahan dan belum di daftar maka masyarakat segera mengajukan sesuai mekanisme yang ada.

Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Tamesandi, Mido mengatakan, dirinya merupakan Kepala Desa tiga periode. Jika pelayanannya tidak baik, menurut Mido, dirinya tidak mungkin akan terpilih sebanyak tiga kali.

“Jadi yang mau menilai itu adalah masyarakat saya. Tadi itu yang datang sebagain dari luar desa. Jadi saya itu hanya menjalankan aturan perundang-undangan terkait penanganan dampak sosial itu Perpres 62 Tahun 2018,” ujar Mido melalui sambungan telepon.

Mido melanjutkan, dirinya tidak bisa menggunakan penyalahgunaan wewenang dengan menandatangani hal yang tidak benar.

“Kalau tidak memenuhi syarat sesuai Perpres 62 ayat (a) itu bahwa tanah itu sudah digarap lebih dari 10 Tahun tidak terputus-putus ya boleh saya tanda tangan dan dibuktikan tanamannya,” lanjutnya.

“Kalau tidak ada tanaman ya tidak bisa juga saya tanda tangan,” imbuhnya.

Mido menyebut, hal ini terkait dengan persoalan hukum. Meskipun ada rekomendasi dari DPRD Konawe, Ia menegaskan tidak akan mengikuti rekomendasi tersebut.

“Kemenangan ini, persoalan hukum. Kalau pak Camat dia mau tanda tangan silahkan, kalau pak Camat berani,” tegasnya.

Mido juga mengatakan, dirinya telah menyampaikan pada saat RDP agar dirinya diberikan rekomendasi termasuk dari aparat penegak hukum, Satgas dan DPRD agar ketika bermasalah hukum dirinya memiliki pertanggungjawaban.

Ia juga menuturkan tidak akan menerapkan rekomendasi dari DPRD Konawe untuk menandatangani administrasi lahan milik warga.

“Saya tidak akan mengikuti rekomendasi, saya hanya akan mengikuti peraturan perundangan-undangan tentang penanganan dampak sosial,” pungkasnya. (**)

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY