Keberadaan situs budaya Tolaki di Kabupaten Konawe, baik itu makam, artefak dan benda-benda lainnya memang perlu mendapat perhatian serius dari stakeholder Kabupaten Konawe. Untuk itu tahun 2016 lalu, Pemerintah daerah melahirkan sebuah Peraturan Derah (Perda) bernomor 26 tahun 2016 tetang pelestarian adat istiadat dan cagar budaya, hal menjadi payung hukum dalam pelestarian adat istiadat dan cagar budaya guna menjaga identitas dan marwah Kabupaten Konawe di masa yang akan datang.
Pelestarian adat istiadat dan cagar budaya guna menjaga identitas dan marwah Kabupaten Konaw ini juga sangat penting agar generasi mendatang tak kehilangan identitas, di tengah derasnya informasi global dan pengaruh luar yang dapat mengkaburkan identitas negeri para leluhur.
Salah satu program dari visi dan misi periode kepemimpinan Bupati Kery saifulKonggoasa dan Wabup Gusli Topan Sabara adalah Revitalisasi makam para leluhur, Pasalnya kebudayaan sebagai penunjang program utama pembangunan daerah, hal ini merupakan inplementasi dari Peraturan Daerah (Perda) nomor 26 tahun 26 tahun 2016 tentang peletarian adat istiadat dan cagar budaya.
Sejauh ini pemerintah daerah telah melakukan revitalisasi terhadap tujuh makam para leluhur yang turut andil berjasa dalam meletakan tonggak sejarah peradaban kerajaan konawe di masanya. Atas inilah yang mengharuskan bagi pemerintah daerah untuk senantiasa melestarikan kebudayaan serta adat istiadat tersebut agar marwah kabupaten konawe dimata dunia sebagai episentrum kebudayaan di Sulawesi Tenggara.
“Revitalisasi situs makam para leluhur, bukan untuk kepentingan saat ini, melainkan untuk kepentingan anak cucu kita dalam menjaga identitas Kabupaten Konawe dimasa akan datang,” kata Wabup Konawe, Gusli Topan Sabara saat ditemui beru-baru ini.
Wabup Konawe mengatakan dimasa kepemimpinan Kery Saiful Konggoasa, sebagai artefak genetik makam para leluhur, dipandang sangat penting untuk diperhatikan sehingga perlu adanya program revitalisasi makam, hal itu dilakukan untuk menjaga marwah masyarakat konawe, mengingat bukti sejarah berupa istana kerajaan-kerajaan sebagai artefac benda sudah tidak ada.
“Bayangkan kalau makam-makam yang menjadi artefac genetik kita abaikan keberadaannya apa yang akan menjadi kebanggaan buat generasi sesudah kita, jadi sudah tugas kita menjaga menjaga situs dan cagar budaya,”ujar mantan Ketua DPRD
Konawe ini.Selain makam para leluhur, Kata Gusli juga menyebutkan beberapa simbol kebudayaan yang menjadi kebanggaan masyarakat konawe itu sendiri, yakni Kalosara, adat istiadat dan bahasa ( bahasa Tolaki,red).
Kata dia, Selain makam leluhur beberapa simbol seperti Kalosara dan adat istiat serta bahasa (bahasa tolaki, red) terus dijaga menginagat kebudayaan Kalosara yang merupakan artefac benda, dinilai merupakan kebudayaan paling tinggi yang dimiliki oleh masyarakat Konawe, dengan Kalosara tidak ada satu persoalanpun yang tidak dapat diselesaikan jauh sebelum hukum positif masuk kebumi anoa.
Sementara adat istiadat atau artefac lisan itu sendiri, kurang lebih 1100 tahun diajarkan secara turun temurun tidak mengalami suatu perubahan, meskipun segala tata cara adat istiadat di ajarkan dan disampaikan secara bentuk lisan.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kebudayaan bahasa daerah tolaki, sehingga orang nomor dua konawe tersebut menyarankan agar ada kewajiban sehari dalam seminggu bagi para aparatur sipil negara untuk menggunakan bahasa daerah ( bahasa Tolaki,red) dalam lingkup instansi pemerintah.
“Saya harapkan kedepan semua ASN menggunakan bahasa daerah Tolaki, ini penting agar kebudayaan tetap kita jaga,” tutupnya. (**)