Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Konawe menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) menyikapi tuntutan masyarakat penambang pasir dan masyarakat yang menginginkan penerbitan penambang pasir, yang sebelumnya kedua komponen masyarakat ini melakukan aksi pro dan kontra terkait penambangan pasir di DPRD Konawe.
Dalam RDP, di hadiri sejumlah anggota DPRD Konawe yakni Ketua DPRD Dr. H. Ardin, Wakil Ketua Kadek Rai Sudiani, H. Umar Dema, Hermasyah Pagala, H. Abdul Rahim, Sudirman, Juhardin, Safiuddin dan Samiri, Jum’at (08/10/2021).
Aliansi masyarakat yang pro terhadap hadirnya proyek pembangunan waduk di Desa Ameroro, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), merupakan sumber mata pencaharian baru bagi penambangan pasir.
Akan tetapi, kata Satriadin, selaku perwakilan masyarakat penambang pasir berharap agar pihak PT. Wika Putra Agung dan PT. Hutama Adhi KSO selaku kontraktor pemenang tender, mampu mengakomodir penambang-penambang pasir tanpa tebang pilih.
“Kami berharap kepada pihak kontraktor agar tidak tebang pilih dalam memilih pasir atau batu terhadap pembangunan waduk. Sebab masyarakat khusunya penambang pasir yang nota bene mengantungkan kehidupan mereka berharap untuk dilibatkan,” ucap Satriadin, pada agenda hearing tersebut.
Begitupula dengan Hedriawan Oceng yang juga mengharapkan konsistensi pihak kontraktor agar tidak tebang pilih. Sebab berbicara tentang azas keadilan, maka pihak Wika dan HK harus mampu mengakomodir semua penambang pasir tanpa terkecuali, selama itu kualitas pasir dan batunya memenuhi spesifikasi dari pihak perusahaan.
“Kalau kita berbicara masalah kualitas pasir dan batu di Kabupaten Konawe ini, sebenarnya semuanya berkualitas. Sebab hampir disepanjang bantaran sungai konaweha ini kualitas akan pasir tidak diragukan lagi,” Jelasnya.
“Hanya saja mungkin ada pertimbangan lain dari pihak BWS seperti akan kerusakan lingkungan yang didalamnya menyangkut masalah Rekomtek,” papar Oceng nama panggilan akrabnya.
Sementara itu Aljan, yang merupakan LSM Gerak Sultra menuntut pihak BWS wilayah IV Sultra, untuk segera melakukan tindakan penertiban pengolahan pasir di Sungai Konaweeha. Serta meminta kepada PPK dan Direksi pembangunan Bendungan Ameroro dan Rehab Bendung Wawotobi Tahap I dan 2 untuk menjalankan fungsi pengawasannya.
Selain itu, Aljan juga meminta pembuktian dokumen kepada perusahaan yang berada pada proyek pembangunan Bendungan Ameroro dan rehab Bendung Wawotobi Paket 1 dan 2 terkait pembelian pasir dan batu, serta pengambilan material di dalam sungai ameroro.
“Kami minta agar pihak perusahaan mempertanggungjawabkan terkait penggunaan jalan usaha tani. Sebab itu bukan merupakan jalan Hauling perusahaan,” tuntut Aljan.
Terkait persoalan itu, Arif selaku perwakilan PT. Wika mengatakan jika pada intinya pihak perusahaan baik dari PT Wika maupun PT HK sangat terbuka untuk semua penambang pasir dan batu.
Kata Arif pihak perusahaan sangat mengharapkan pemberdayaan kepada masyarakat khusunya bagi penambang pasir di Konawe. Hanya saja ada aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh penambang pasir tersebut.
“Jadi, ketika ingin bergabung kami dari perusahaan sangat terbuka. Tetapi, kita juga harus memenuhi mekanisme yang ada,” kata Arif.
Adapun mekanisme yang harus dipenuhi Arif menyebutkan ada tiga hal yang harus dipenuhi oleh penambang pasir dan batu. Yang pertama kualitas, Ijin, dan harga pasir.
“Terkait harga pasir, sebelumnya kami sudah melakukan surpey harga dilapangan, jadi yang kami beli itu sesuai harga HPS yang sudah ditentukan,” jelasnya.
Menanggapi tuntutan itu, pria berkacamata itu justru dengan santai menjawab bahwa pihak perusahaan pun sangat terbuka. Kalau misalkan belum memiliki ijin atau Rekomtek silahkan berhubungan dengan pihak BWS.
“Teman-teman yang belum memiliki ijin, sebenarnya tinggal munghubungi pihak BWS. Bagaimana pak untuk menerbitkan rekomtek? Kan enak itu,” ucapnya.
Di tempat yang sama BWS Wilayah IV Sultra, melalui PPNS SDA Wais Meronda menggungkapkan bahwasanya tupoksi kerja kami mempunyai tugas dan kewenangan masing-masing. PT Wika dan PT HK mempunyai tugas untuk memeriksa spek melalui Lab, pakah pasir tersebut berkualitas atau tidak?
Setelah itu, selanjutnya mereka akan melakukan penelusuran apakah pasir tersebut berasal dari sungai Konaweha atau tidak?
Lantas bagaimana status pasir tersebut, apakah legal atau ilegal? Tetapi ketika status pasir tersebut legal, maka itu merupakan otonomi perusahaan atau pihak kontraktor untuk melakukan proses penawaran hingga mereka menerima materialnya.
“Untuk mendeteksi pengolah pasir yang legal yaitu dengan mengecek dokumen rekomendasi teknis dari BWS,” ungkapnya.
Adapun rekomendasi kata Wais, itu ada kajian teknis yang harus diperhatikan pada sungai tersebut. Apakah layak atau tidak. Maka dari itu harus dilakukan pemantauan atau tata cara pengelolan yang benar.
Dalam RDP melahirkan empat kesepakatan, yang ditandatangani dari berbagai pihak.
- Proyek strategis nasional Bendungan Ameroro paket 1 dan 2 diharapkan tetap jalan demi kepentingan rakyat Konawe dan pihak Wika dan HK selaku kontraktor bersama proyek untuk berkolaborasi dengan rakyat Konawe demi kesuksesan PSN tersebut.
- Semua komponen rakyat, pemerintah dan NGO Serta pihak perusahaan Wika dan HK untuk bekerja sama sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku demi suksesnya proyek Bendungan Ameroro.
- Pihak BWS agar senantiasa mengedepankan komunikasi yang baik dengan penambangan pasir rakyat agar mereka memenuhi kelangsungan hidup dengan prinsip kepentingan rakyat adalah hukum tertinggi.
- Pihak perusahaan mengenai pengadaan material pasir dan batu berpatokan pada kualitas dan spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak kerja. (**)